Tradisi Kesenian Khas Desa
Tradisi Kesenian Khas Desa Wage Selama Kegiatan CSS
Nama : Tsalasa Permata Diana
Kelas : X MP-4
Selama kurang lebih satu bulan mengikuti kegiatan Community Soft Skill (CSS) di Balai Desa Wage, saya mendapatkan banyak pengalaman berharga yang tidak hanya memperkaya pengetahuan administratif, tetapi juga memperluas wawasan tentang kebudayaan dan kebiasaan masyarakat Desa Wage. Balai Desa Wage bukan hanya pusat pemerintahan tingkat desa, tetapi juga merupakan tempat berbagai aktivitas sosial, budaya, dan ekonomi berlangsung secara harmonis.
CSS dimulai pada awal Januari dan berakhir pada awal Februari. Kegiatan sehari-hari saya dimulai pukul 08.00 pagi dan berakhir pukul 14.00 siang. Setiap pagi saya datang ke kantor Balai Desa Wage dan melapor kepada pembimbing lapangan, yaitu Sekretaris Desa (Sekdes), untuk menerima arahan tugas. Lingkungan kerja di balai desa cukup terbuka dan kekeluargaan, namun tetap profesional.
Tugas utama saya selama CSS antara lain membantu staf administrasi dalam pengarsipan surat masuk dan keluar, membuat draft surat menyurat, serta membantu dalam penginputan data kependudukan menggunakan aplikasi SIAK (Sistem Informasi Administrasi Kependudukan). Saya juga diberi tanggung jawab untuk mendampingi warga dalam proses administrasi, seperti pengurusan surat keterangan usaha, surat keterangan domisili, dan pengantar KTP/KK.
Saya juga terlibat dalam pembaruan data DTKS (Data Terpadu Kesejahteraan Sosial), yang menjadi dasar penyaluran bantuan sosial. Kegiatan ini mengharuskan kami turun langsung ke lapangan bersama perangkat desa dan kader sosial untuk mendata dan memverifikasi kondisi ekonomi masyarakat. Melalui kegiatan ini, saya belajar langsung bagaimana proses pemetaan data sosial dilakukan dan pentingnya akurasi data dalam pembangunan desa.
Selain itu, saya sempat membantu tim desa dalam pelaksanaan pelatihan digital untuk para pelaku UMKM lokal. Pelatihan ini bertujuan memperkenalkan pemasaran produk secara online menggunakan media sosial dan marketplace. Kehadiran saya sebagai peserta CSS sangat dihargai, terutama dalam mendampingi peserta lanjut usia yang masih awam terhadap teknologi.
Kegiatan Sosisal dan Budaya
Selama masa CSS, saya juga ikut dalam beberapa kegiatan sosial yang diselenggarakan oleh Balai Desa Wage. Salah satu momen berkesan adalah kerja bakti menjelang Hari Ulang Tahun Garuda Indonesia, di mana warga bersama-sama membersihkan Gapura desa, lingkungan sekitar balai desa, dan area jalan utama. Semua elemen masyarakat, mulai dari perangkat desa, karang taruna, ibu-ibu PKK, hingga anak-anak sekolah turut hadir dalam kegiatan tersebut. Gotong royong tampak bukan hanya sebagai tradisi, tetapi sudah menjadi bagian dari gaya hidup masyarakat Wage.
Saya juga terlibat dalam program posyandu balita yang diselenggarakan rutin setiap minggu. Dalam kegiatan tersebut, saya membantu petugas mencatat data kesehatan anak-anak, menimbang berat badan, dan mendampingi kegiatan edukasi gizi kepada ibu-ibu. Program seperti ini menunjukkan bahwa desa tidak hanya fokus pada pembangunan fisik, tetapi juga pada pembangunan sumber daya manusia.
Kegiatan lain yang saya ikuti adalah pertemuan kelompok tani dan pelatihan pertanian organik yang diadakan di balai desa. Saya mendampingi proses dokumentasi kegiatan dan berinteraksi langsung dengan para petani. Mereka menjelaskan tentang tantangan pertanian di musim kemarau dan pentingnya manajemen air. Bagi saya, ini adalah pengalaman baru yang sangat membuka wawasan.
Kebudayaan dan Kebiasaan Masyarakat Desa Wage
Desa Wage merupakan salah satu desa yang masih mempertahankan kearifan lokal dan budaya tradisionalnya. Masyarakat Desa Wage sangat menjunjung tinggi nilai-nilai sopan santun, saling menghormati, dan kebersamaan. Setiap ada kegiatan adat atau acara keagamaan, warga datang dengan sukarela, membantu tanpa pamrih. Hal ini tampak nyata dalam kegiatan pembangungan infrastruktur, di mana masyarakat bergotong royong membantu peningkatan jalan, pembangunan drainese, dan membersihkan lingkungan gapura
Salah satu tradisi yang saya dan teman teman CSS ikuti secara langsung adalah kirab budaya, yaitu kegiatan yang melibatkan pawai seni dan budaya dengan berbagai pertunjukan tradisional seperti wayang kulit, tarian tradisional atau kesenian lainnya. Saya bersama pemuda desa dan teman CSS lainyya turut serta menyiapkan perlengkapan acara ludhruk, membersihkan halaman gapura, dan membantu logistik acara. Tradisi ini mengajarkan tentang pentingnya kebersamaan, tanggung jawab sosial, dan spiritualitas.
Di sisi lain, Desa Wage juga memiliki sanggar seni yang kadang aktif membina anak-anak dan remaja dalam seni tari dan gamelan. Setiap Sabtu sore, latihan tari Jejer gandrung dan Tari Reog diadakan di aula balai desa. Saya sempat mengikuti beberapa kali latihan dan mendokumentasikannya untuk media sosial desa. Tradisi kesenian ini tidak hanya menjadi hiburan, tetapi juga menjadi sarana pelestarian budaya.
Konsep hidup rasa kekeluargaan yang erat antarwarga menjadi ciri khas masyarakat Wage. Saat ada warga yang sakit, tetangga dan keluarga sekitar akan datang menjenguk dan membantu keperluannya. Saat ada hajatan atau acara lainnya, bantuan datang dari semua penjuru tanpa diminta. Kehidupan sosial yang penuh solidaritas ini menjadi pelajaran berharga tentang pentingnya nilai kekeluargaan dan kepedulian sosial.
Refleksi dan Penutup
Mengikuti CSS di Balai Desa Wage memberikan saya pengalaman luar biasa yang tidak hanya memperkaya kemampuan teknis dan administrasi, tetapi juga membentuk karakter, meningkatkan rasa empati, serta memperluas pemahaman tentang dinamika sosial dan budaya masyarakat desa. Saya belajar bahwa pembangunan tidak hanya berbicara tentang infrastruktur, tetapi juga tentang pemberdayaan, pendidikan, dan pelestarian nilai-nilai kultural.
Saya juga merasakan langsung bahwa pendekatan yang humanis dan partisipatif dalam pengelolaan desa sangat efektif membangun kepercayaan warga. Interaksi saya dengan masyarakat sangat memperlihatkan bahwa keberhasilan program desa sangat dipengaruhi oleh keterlibatan aktif warganya.
Yang paling berkesan bagi saya adalah bagaimana masyarakat Wage bisa hidup harmonis dengan tetap menjaga warisan budaya leluhur. Nilai-nilai gotong royong, toleransi, dan kearifan lokal menjadi fondasi yang kuat dalam kehidupan mereka. Dalam banyak hal, saya merasa bahwa Desa Wage adalah contoh miniatur ideal masyarakat Indonesia yang majemuk namun rukun.
Pengalaman ini juga menyadarkan saya bahwa membangun bangsa tidak selalu harus dimulai dari hal-hal besar. Justru dari desa lah, pembangunan sejati bisa dimulai. Keterlibatan aktif masyarakat, semangat gotong royong, serta kearifan lokal yang terus dijaga menjadi modal sosial yang sangat penting dalam menciptakan masyarakat yang sejahtera. CSS bukan hanya tentang menjalankan tugas, tetapi juga tentang belajar untuk menjadi bagian dari komunitas, mengenali kebutuhan nyata masyarakat, serta menanamkan semangat pengabdian. Saya berharap ke depan, lebih banyak generasi muda yang tergerak untuk mengabdi di desa dan ikut menjaga budaya luhur bangsa.
Sebagai penutup, saya mengucapkan terima kasih kepada seluruh perangkat Desa Wage, masyarakat, serta pembimbing lapangan atas bimbingan dan kesempatan yang telah diberikan selama CSS berlangsung. Semoga pengalaman ini menjadi bekal saya dalam dunia kerja dan kehidupan sosial ke depan, serta menjadi inspirasi untuk selalu berkontribusi positif kepada masyarakat dimanapun saya berada.