Mengembangkan Community Service Skill
Mengembangkan Community Service Skill Melalui Kebekerjaan dan Kearifan Lokal
Nama : Nimas Ayu Febriana
Kelas : X LPKC 3
Dalam menghadapi tantangan globalisasi dan perubahan sosial yang cepat, masyarakat dituntut untuk memiliki kemampuan adaptif, inovatif, serta peduli terhadap lingkungan sosialnya. Salah satu pendekatan yang relevan dan strategis untuk membekali masyarakat, khususnya generasi muda, adalah melalui penguatan community service skill atau keterampilan pelayanan masyarakat. Community service skill merujuk pada seperangkat kemampuan yang memungkinkan individu untuk terlibat secara aktif dalam kegiatan sosial, membantu menyelesaikan permasalahan komunitas, dan menciptakan perubahan positif secara kolektif. Ketika dikaitkan dengan tema kebekerjaan dan kearifan lokal, keterampilan ini menjadi fondasi penting dalam menciptakan sumber daya manusia yang tidak hanya kompeten, tetapi juga berkarakter dan berdaya saing tinggi.
Kebekerjaan merupakan kemampuan seseorang untuk mendapatkan, mempertahankan, dan berkembang dalam suatu pekerjaan. Hal ini mencakup aspek teknis maupun non-teknis, seperti keterampilan komunikasi, kerja tim, kepemimpinan, etika kerja, hingga pemahaman terhadap budaya dan nilai-nilai lokal. Di sisi lain, kearifan lokal merujuk pada nilai-nilai, pengetahuan, dan praktik tradisional yang tumbuh dan berkembang dalam suatu komunitas tertentu. Kearifan lokal seringkali menjadi sumber solusi yang relevan dalam menyelesaikan permasalahan sosial, lingkungan, dan ekonomi, karena ia lahir dari pengalaman panjang dan penyesuaian terhadap kondisi alam dan budaya setempat.
Penggabungan antara kebekerjaan dan kearifan lokal dalam konteks community service skill melahirkan pendekatan yang holistik dalam pengembangan sumber daya manusia. Individu tidak hanya dibekali dengan keterampilan kerja yang modern, tetapi juga memiliki kesadaran sosial dan pemahaman terhadap konteks lokal tempat mereka beraktivitas. Hal ini penting, terutama di daerah-daerah yang masih kaya akan budaya dan tradisi, di mana pendekatan yang sensitif terhadap nilai-nilai lokal lebih mudah diterima dan berdampak lebih besar.
Sebagai contoh, siswa kelas X SMK sepuluh Nopember melaksanakan kegiatan css(community servis skill di berbagai desa. Dalam prosesnya, mereka belajar untuk mendengarkan masyarakat, menghargai cara hidup lokal, dan menyesuaikan teknologi atau metode kerja dengan kondisi setempat. Mereka tidak hanya mentransfer ilmu, tetapi juga menerima pelajaran hidup dari masyarakat yang mereka layani. Proses ini memperkuat kemampuan interpersonal, empati, kepemimpinan, serta meningkatkan kepekaan terhadap isu sosial dan lingkungan—semua ini merupakan bagian integral dari community service skill.
Dalam dunia kerja, keterampilan seperti ini sangat dihargai. Perusahaan dan organisasi tidak lagi hanya mencari individu yang mahir secara teknis, tetapi juga yang memiliki jiwa sosial, mampu berkolaborasi, dan memiliki kemampuan menyelesaikan masalah dalam konteks yang kompleks. Misalnya, seorang siswa sekolah di sekolah membantu kegiatan yang ada disekolah seperti ketika ada acara disekolah,jadi siswa disekolah mampu menumbuhkan rasa keterampilan sosial,meringankan beban kerja satu sama lain dan menumbuhkan rasa empati dan kepedulian. Dalam hal ini, community service skill berperan untuk menjembatani aspek profesional dengan nilai-nilai lokal, sehingga tercipta pelayanan yang autentik, berkualitas, dan berkelanjutan.
Lebih jauh lagi, integrasi kearifan lokal dalam community service skill juga dapat mendukung pengembangan ekonomi lokal. Melalui pelibatan masyarakat dalam kegiatan yang produktif dan bernilai sosial, tercipta peluang usaha dan lapangan kerja baru. Sebagai contoh, program pelatihan kerajinan tangan berbasis budaya lokal tidak hanya memberdayakan perempuan desa, tetapi juga melestarikan tradisi yang hampir punah. Pelaku komunitas yang terampil tidak hanya mampu memproduksi barang, tetapi juga memasarkan dan mengelola usaha secara mandiri dengan pendekatan kewirausahaan sosial (social entrepreneurship). Di sinilah letak pentingnya pengembangan kebekerjaan yang kontekstual, yang bukan hanya menekankan aspek teknis, tetapi juga nilai, etika, dan relevansi lokal.
Lembaga pendidikan memiliki peran sentral dalam membentuk dan mengasah community service skill berbasis kebekerjaan dan kearifan lokal. Kurikulum yang responsif terhadap kebutuhan komunitas dan perkembangan zaman harus mampu mengintegrasikan kegiatan pengabdian masyarakat, magang, dan proyek berbasis masalah (problem-based learning) sebagai bagian dari proses belajar.Siswa perlu dikenalkan pada realitas sosial dan dilibatkan dalam kegiatan kolaboratif lintas sektor, seperti bekerja sama dengan pemerintah desa, UMKM, komunitas adat, hingga LSM lokal. Dengan cara ini, mereka belajar menjadi agen perubahan, bukan hanya sebagai pencari kerja, tetapi sebagai pencipta lapangan kerja yang peka terhadap konteks lokal.
Selain pendidikan formal, peran organisasi masyarakat sipil, pemerintah daerah, dan sektor swasta juga sangat penting. Kolaborasi lintas sektor dibutuhkan untuk menciptakan ekosistem yang mendukung pengembangan keterampilan layanan masyarakat yang relevan dan berkelanjutan. Program seperti pelatihan kerja berbasis komunitas, inkubasi bisnis lokal, dan penguatan kapasitas pemuda desa merupakan contoh konkret dari intervensi yang dapat dilakukan. Bahkan, model public-private-community partnership (PPCP) menjadi pendekatan yang kian efektif dalam mewujudkan pembangunan sumber daya manusia yang adaptif dan kontekstual.
Tidak kalah penting adalah upaya pelestarian dan revitalisasi kearifan lokal sebagai sumber inspirasi dalam pengembangan kebekerjaan. Banyak nilai dan praktik tradisional yang sebenarnya mengandung prinsip-prinsip manajemen, etika kerja, dan keberlanjutan yang relevan dengan tantangan modern. Misalnya, didaerah tempat saya css ada kegiatan yang namanya kendurian atau makan-makan bersama hal ini sangat menjaga tradisi kearifan lokal yang memiliki makna tersendiri yaitu bentuk syukur kepada tuhan, menjadi tali silaturrahmi dan menjaga tardisi.Jika nilai-nilai ini diangkat dan dikontekstualisasi ke dalam program pengembangan keterampilan, maka akan tercipta generasi yang tidak tercerabut dari akar budayanya namun mampu bersaing secara global.
Sebagai penutup, community service skill yang dikembangkan melalui integrasi kebekerjaan dan kearifan lokal adalah investasi strategis dalam pembangunan bangsa. Keterampilan ini membentuk individu yang tidak hanya kompeten secara profesional, tetapi juga memiliki rasa tanggung jawab sosial, empati, dan kemampuan bekerja dalam konteks yang beragam. Di tengah krisis identitas budaya dan tantangan ketenagakerjaan yang semakin kompleks, pendekatan ini menjadi jalan tengah yang mampu menjembatani antara modernitas dan tradisi, antara globalisasi dan lokalitas. Maka dari itu, sudah saatnya kita memperkuat pendidikan berbasis pengabdian masyarakat yang berakar pada kearifan lokal, sebagai jalan untuk mencetak generasi yang tangguh, berdaya, dan bermakna.
Kesimpulan yang bisa diambil yaitu pengembangan community service skill yang berbasis kebekerjaan dan kearifan lokal merupakan langkah strategis dalam menciptakan sumber daya manusia yang tidak hanya terampil secara profesional, tetapi juga memiliki kesadaran sosial dan budaya. Integrasi antara keterampilan kerja dan nilai-nilai lokal mendorong terciptanya individu yang adaptif, peduli terhadap lingkungan, serta mampu berkontribusi secara nyata dalam pembangunan komunitas. Kearifan lokal menjadi fondasi penting dalam merancang solusi yang relevan dan berkelanjutan, sementara kebekerjaan memperkuat kapasitas individu untuk bertahan dan berkembang di dunia kerja. Oleh karena itu, sinergi antara pendidikan, pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat menjadi kunci dalam menciptakan ekosistem pembelajaran yang mendorong lahirnya generasi berdaya saing tinggi sekaligus berakar kuat pada identitas budaya bangsa.sekian terimakasih